Berontaknya Alam di Provinsi Kalimantan Selatan

    Berontaknya Alam di Provinsi Kalimantan Selatan

    Jakarta, 23 Januari 2021 Seminggu yang lalu kita dikejutkan dengan bencana banjir yang parah yang terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Mengapa saya katakan parah? Karena banjir ini melanda hampir seluruh kabupaten/kota di Kalsel. Barangkali ini adalah banjir yang terparah yang pernah terjadi di wilayah provinsi ini.

    Sekali lagi, mengapa bisa separah ini? Sebelum tahun 1990 Provinsi Kalsel terkenal dengan hutan tropikalnya, dan saat itu hasil tambang yang dikenal masyarakat umum hanyalah intan. Meskipun saat itu memang sudah ada tambang batubara yang besar namun untuk skala menengah eksploitasi batubara belum dikenal.

    Sementara di sektor perkebunan, kelapa sawit saat itu belum banyak ditanam di wilayah Kalsel. Artinya sebelum tahun 1990 bumi Provinsi Kalsel masih belum dieksploitasi secara besar-besaran. Namun hal ini berubah setelah turunnya orde baru dan berlakunya otonomi daerah. Bermuncullah pengusaha "lokal" yang terkadang “berbaju” koperasi yang ingin berpartisipasi dalam sektor pertambangan khususnya batubara. Maka menjamurlah "pengusaha" batubara yang menjual batubara untuk dijual domestik atau ekspor. Sejak itu mulai terkenal-lah batubara asal Kalsel. Batubara Kalsel-pun mulai menyerbu pasar India dikarenakan kualitasnya yang baik namun harganya relatif murah. 

    Sayangnya, menjamurnya para pengusaha batubara ini tidak diikuti dengan peraturan lingkungan hidup dan tata ruang yang tepat. Pemda setempat juga tidak disiplin di dalam mengatur tata ruang pertambangan batubara dan tambang batubara ini pun tidak mengacu pola pembangunan berkelanjutan. Pemda hanya mementingkan sektor ekonomi tanpa mempertimbangkan sektor lingkungan hidup dan sosialnya. Pemerintah pusat pun tidak optimal mengatur regulasi untuk sektor pertambangan dengan pola pembangunan berkelanjutan. Pengawasan terhadap regulasi yang ada pun sangat lemah.

    Pertambangan batubara adalah kegiatan menggali bumi, maka hutan yang mengandung cadangan batubara oleh pemerintah diberikan izin untuk di eksploitasi. Dan izin ini diberikan tidak hanya 1 atau 10 tapi izin yang diberikan bisa ratusan. Bayangkan ratusan izin yang dikeluarkan oleh Pemda untuk menggali bumi untuk mendapatkan batubara. Dan Pemda memberi "izin" untuk membongkar hutan demi batubara.

    Sangat tidak mungkin Pemda/Pemerintah tidak memahami manfaat hutan dan bukan berarti pertambangan batubara tidak boleh ada tetapi konyolnya Pemda/Pemerintah "mengizinkan" hutan yang ada di Provinsi Kalsel untuk di eksploitasi demi batubara tanpa memperhatikan tata ruang, sektor lingkungan hidup dan sektor sosial yang akan terdampak dengan masifnya pembukaan lahan batubara ini. Jelaslah Pemda hanya mementingkan sektor ekonomi dari eksploitasi batubara ini tanpa memperhitungkan dampak lingkungan hidup dan sektor sosial yang terjadi dari pertambangan batubara ini. Akibat dari kebijakan yang dibuat sejak akhir tahun 90an ini maka 30 tahun kemudian terjadilah bencana banjir yang dahsyat di seluruh Provinsi Kalsel.

    Presiden Joko Widodo telah berkunjung dan meninjau lokasi bencana banjir Kalsel ini.  Banjir besar ini memang disebabkan karena "tidak mampu"nya Sungai Barito menampung air karena hujan yang turun terus menerus selama 4 hari. Namun ketidak-mampuan Sungai Barito menampung air BUKAN lah hal yang UTAMA. Karena hal yang utama adalah:

    • gundulnya hutan di Kalsel
    • DAS yang tidak lancar
    • DAS tidak lancar diakibatkan karena turunnya permukaan tanah karena masifnya tambang batubara

    Di sini terkesan Bapak Presiden Joko Widodo tidak mendapatkan laporan yang akurat.

    Izinkan Penulis memberikan usulan kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan hidup di Provinsi Kalsel ini dengan membuat executive order sebagai berikut:

    1. Meninjau kembali Tata Ruang seluruh Provinsi Kalsel dengan membuat RDTR baru dan RDTR ini harus disetujui oleh Pemerintah Pusat
    2. Moratorium pengeluaran izin tambang batubara.
    3. Pengawasan terpadu untuk tambang batubara yang izinnya sudah dikeluarkan

    Terhadap 3 hal di atas yang harus dikeluarkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo harus didukung seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya masyarakat Kalsel agar kegiatan penebangan hutan dan pertumbuhan sektor pertambangan dapat mengikuti paradigma baru yakni pembangunan berkelanjutan. Sehingga dalam menjalankan usaha para pelaku usaha dan Pemda tidak hanya mementingkan sektor ekonominya saja tapi mempertimbangkan juga sektor lingkungan hidup dan sektor sosial.

    Karena kalau kita manusia hanya memikirkan sektor ekonomi saja tanpa memikirkan sektor lingkungan hidup maka alampun bisa "berontak" karena manusia sudah mengekploitasi alam DILUAR batas yang alam mampu berikan. Juga, manusia tidak akan mungkin sanggup dan mampu menahan atau menghentikan "berontaknya" alam. 

    Pemulis : Roosdinal Salim (Ketua Departemen Lingkungan Hidup dan Kesehatan DPP Partai Golkar)

    Update

    Update

    Artikel Sebelumnya

    Ketua DPW PKB Sumatera Barat Anggia Erma...

    Artikel Berikutnya

    Transaksi Exspor - Impor PT.Sinar Laut ...

    Berita terkait